Pernah
ada satu masa dimana aku benar-benar mencintai kopi. Mengangungkan uap-uap yang
menyembul bersamaan dengan tuangan yang menimbulkan bunyi khas, seperti peluit
kereta kuda. Sampai detik ini pun, aku tak pernah membencinya, setelah kejadian
itu, bahkan.
Senja,
Jogjakarta, malam ketiga belas dari bulan April. Di luar masih begitu dingin
dengan sisa-sisa gerimis. Beberapa pengunjung masih duduk santai di sudut-sudut
kedai. Bunyi mesin kopi juga terdengar sayup dari belakang meja kasir. Sudah tiga
tahun, sejak pertama kali aku mengenal kopi dan pertama kali aku mencintainya
secara dalam. Dari waktu itu, ada gadis sepertimu.
Waktu
itu juga senja, di suasana yang tak jauh beda. Kirana, begitu saat kau
mengucapkan kata pertamanya padaku. Gadis kelahiran tanah Jogja tanpa sedikit
pun raut muka khasnya. Campuran Belanda Jogjakarta, begitu juga kau menyebut dirimu.
Kopi dan kamu, dua hal yang selalu menyatu. Aku tahu, sejak hari-hariku
terselip kamu, aku begitu mencintai dua hal itu. Kamu dan kopiku.
Sampai
pada satu ketika, kau hilang dari meja nomor dua puluh tiga dari kedai itu. Biasanya
setiap Kamis petang, kau dan kopi arabicamu selalu menyedapkan penat malamku.
Dino, sang bartender, aku sungguh tak menyukainya, tapi sepertinya aku harus berbicara
lagi padanya. Hanya untuk kamu, dimana kamu, Kirana?
Masih
dengan raut merengutnya, Dino menggeleng. Aku tak mengenal Kirana dan tak mau
mengenalnya, katanya. Itu membuatku geram, bukankah kau selalu duduk di meja
nomor tiga belas setiap senja tiba? Bukankah kau tak pernah berpindah menu dari
kopi arabica? Hal absurd apa yang membaut bartender bodoh itu tak mengenalimu? Setan!
“Aku
mengunjungi keluargaku, mereka meninggal dua tahun lalu, tepat di rumah susun
di ujung gang, aku tak bisa benar-benar meninggalkan mereka,” sahutmu ketika
aku menanyakan penyebab kau absen di senja kamis tempo lalu.
Pemakaman?
Pikirku. Lidahku tercekat, aku tak ingin membuatmu sedih jika aku meneruskan
interogasi konyol ini. Pukul sembilan malam, di depanmu, aku tak bisa menatap
matamu terlalu lama. Entah getar apa?
“Aku
suka padamu, aku mencintaimu dan kopi serta tetek
bengeknya.”
Kami
sama-sama tercengang. Pernyataanku adalah skak
match bagi dialog basa-basi ini. Terlebih kau yang hampir menumpahkan
arabica di kardigan cokelat muda polos yang kau kenakan. Aku tahu, aku bisa
merasakan degup yang sama dari jantungmu. Tetapi apa yang membuat kita begitu
berbeda, Kirana? Bukankah sah, aku lelaki dan kau wanita. Lalu penyekatnya?
“Aku
tidak bisa.”
Singkat
dan kau menghilang.
Aku tersadar,
sekarang aku tak benar-benar berada di kedai kopi langganan kita. Entah tempat
apa ini, satu bilik kamar dengan satu ranjang keras yang berdecit. Tak ada
lukisan dan penyedap dinding. Polos dan terlihat menyeramkan. Tetapi mengapa
aku tak bisa berada di satu tempat dalam waktu yang sama? Terkadang, aku berada
di kedai itu, pemakaman, dan bekas rumah yang terbakar di ujung gang. Lalu sekarang,
apakah ini nyata, berada di tempat tanpa aksen ini?
Pagi,
sehari setelah aku melompat dengan kenangan. Di taman yang tak ku ketahui
namanya. “Dasar orang gila!” seorang wanita tua berteriak dari tempatku
termenung sambil tongkatnya yang teracung ke atas.
Apakah
aku gila? Maksudku, benar-benar gila seperti yang wanita tua itu bilang? Apa
karena aku mencintai kopi, mencintai kau dan kopi lebih tepatnya, Kirana? Apa yang
membuat orang berspekulasi bahwa aku orang gila, orang yang punya dunia
sendiri?
Apa ada
yang salah dari kata cinta? Tentang pertemuan singkat kita di kedai kopi? Apakah
yang harus dipersalahkan dari cinta seorang pemuda impresionis sepertiku. Jatuh
cinta kepada seorang gadis peranakan Belanda yang berbeda. Apakah cinta hanya
sebatas manusia dan manusia? Bukankah orang awam mengatakan cinta itu buta. Salahkah,
bila aku mencintai gadis berbeda, berbeda dunia seperti Kirana, yang mati di delapan
belas tujuh tiga?
You Love Kopi. kwkwkwk
BalasHapusHe love kopi
Hapusaku menikmati walau tak paham mksdnya :p
BalasHapusnikmati saja, tanpa harus dimengerti pun tidak apa-apa :P
Hapusgue ngertiii,astagaaaaaaa kewreeeeeeeennn!!!
BalasHapus:3
HapusNikmat sekali kopi itu, apalagi ada kau di situ, membuat hatiku haru, menangis tersedu-sedu.
BalasHapusIni nikmat atau sedih ya? haha
nikmat dan sedih kadang bedanya tipis :D
Hapuspecandu kenikmatan dunia ini adalah drugs, kopi, rokok dan wanita...
BalasHapusNAH!
HapusApa aku gila? Ah, entahlah, tergantung dari sisi mana kita melihatnya...
BalasHapuskarena cinta tidak hanya terbatas manusia dan manusia, bukan.
Hapuskalau aku boleh menangkap ide pokok cerita, Kirana itu noni belanda yang lahir di tahun 1873? benarkah?
BalasHapushampir tepat. Kirana adalah gadis yang meninggal di tahun 1873
Hapusoalaah, ternyata aku kelewatan membaca kata 'mati' hehe
Hapuskalo boleh ngasih saran, emangnya ada noni belanda yang hidup di abad 18 dengan nama kirana? nama kirana itu bukan nama tempo dulu. malah terkesan nama kirana itu nama ngetrend untuk abad 20
apakah sudah melakuakan riset tentang nama kirana yang tidak pernah digunakan di abad 18? mungkin jarang, tapi bukan berarti tidak ada yang menggunakan nama itu, bukan.
Hapusperlukah riset jika bisa dipikir secara logis?
Hapusini hanya kritik sob, maaf jika kritikanku agak pedas . . .
berpikir logis saja tidak bisa dikatakan sebagai fakta yang fix kan, itu hanya opini.
HapusKritik saya tahu, tapi ini belum pedas sih sebenernya.
mau kritikan yang pedas? oke, lain kali aku akan mengkritikmu dengan pedas. gimana? hehe
Hapusmonggo silakan
HapusWaw, keren nih cerita, lo cocok bgt emang bikin cerita2 dark gini.. :D
BalasHapushaha, terima kasih bang. kalo kata anang, "menyanyilah pada satu genre."
Hapustutur bahasa sudah rapi banget, ajarin dong.... mau gak yah ngajarin kita?
BalasHapusboleh, gimana kalo saling belajar :D
HapusEntahlah bang, di FF ini aku merasa ada sesuatu yg ganjil, but it's good!
BalasHapus"bukankah cinta tidak hanya sebatas manusia dan manusia?" | tidak ada yang ganjil dari FF ini bang. hanya seorang lelaki dua puluh enam tahun yang mencintai gadis yang mati di delapan belas tujuh tiga.
HapusMencintai dengan berlebihan kah??
BalasHapusseperti itulah bang
Hapuskamu, senja, dan jogja :D
BalasHapus