Ketika dua langkah kakiku
melangkah maju ke ubin-ubin yang sudah tak bisa lagi kukatakan retak, jalan air
pun sudah menggenang di sudut-sudut yang punya celah. Rasanya menengadah begitu
berat, asbes satu dua sisi sudah terlepas dari pegangannya.
Sungguh manusia apa aku ini? Batinku retak.
Rumahku sudah lebih dari satu
tahun tak pernah kusambangi, yang ada hanya memori-memori tentang 'masa
jaya'-nya yang menggantung bersama dengan rangka kayu yang tak berkekuatan. Mungkin
cukup baginya satu lalat hinggap, lalu hancur ke bawah hingga kepingannya
selembut debu.
Selangkah lagi kakiku maju,
tapi batinku menyuruhku tetap diam di tempatku semula, bahkan satu sisi diriku
menyuruhku keluar dan meninggalkannya seperti yang rekaman dalam neuronku sejak
terakhir kali aku mencium bau cat yang masih terasa baru.